Mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, yang koma selama delapan tahun setelah menderita stroke pada puncak kekuasaannya, akhirnya mati pada Sabtu (11/1/2014) dalam usia 85 tahun. Kabar kematian jenderal bengis itu disampaikan keluarga dan pemerintah.
Putra Sharon, Gilad, mengumumkan kematiannya di rumah sakit tempat ayahnya telah dirawat. Para dokter di sana telah meramalkan kematiannya yang tak terelakkan setelah kesehatannya memburuk secara tajam pekan lalu, kata kantor berita Reuters.
Para menteri di dalam Pemerintah sayap-kanan di Israel, dan oposisi politik, berduka buat pemimpin yang keras dan telah meninggalkan jejak besar berdarah di wilayah tersebut melalui agresi militer, pembangunan permukiman Yahudi di tanah yang diduduki dan keputusan sepihak yang mengejutkan untuk menarik tentara Israel dan pemukim Yahudi dari Jalur Gaza pada 2005.
Belum ada komentar dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang telah mengadakan pembicaraan perdamaian yang ditaja AS dengan pengganti Sharon dari Partai Likud, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Namun AFP melaporkan seorang pejabat Palestina mencap Sharon sebagai seorang penjahat dan menyampaikan penyesalan ia tak pernah diseret ke Mahkamah Pidana Internasional.
"Sharon adalah seorang penjahat, yang bertanggung-jawab atas pembunuhan (Presiden Palestina Yasser) Arafat, dan kami mulanya berharap melihat dia hadir di Mahkamah Pidana Internasional sebagai seorang penjahat perang," kata Jibril Rajub, seorang pejabat senior faksi Fatah.
Sementara itu HAMAS -- Gerakan Islam yang menguasai Jalur Gaza-- menyatakan kematian Sharon adalah saat bersejarah, yang menandai hilangnya seorang penjahat yang tangannya telah berlumuran darah orang Palestina.
Gerakan Perlawanan Islam tersebut, yang keberuntungan politik mereka mencuat dengan hilangnya Sharon, bersyukur dengan meninggalkan tokoh Israel tersebut.
"Kami semakin yakin akan kemenangan dengan kepergian orang kejam ini," kata Juru Bicara HAMAS Sami Abu Zurhi, yang gerakannya berdoa bagi kehancuran negara Yahudi.
Prajurit kawakan itu ikut dalam semua perang besar Israel sebelum terjun ke kancah politik, yang penuh gejolak, pada 1973 --yang berakhir secara dramatis pada Januari 2006, ketika ia menderita stroke berat dan koma. Sejak itu ia tak pernah sadarkan diri.
Putra Sharon, Gilad, mengumumkan kematiannya di rumah sakit tempat ayahnya telah dirawat. Para dokter di sana telah meramalkan kematiannya yang tak terelakkan setelah kesehatannya memburuk secara tajam pekan lalu, kata kantor berita Reuters.
Para menteri di dalam Pemerintah sayap-kanan di Israel, dan oposisi politik, berduka buat pemimpin yang keras dan telah meninggalkan jejak besar berdarah di wilayah tersebut melalui agresi militer, pembangunan permukiman Yahudi di tanah yang diduduki dan keputusan sepihak yang mengejutkan untuk menarik tentara Israel dan pemukim Yahudi dari Jalur Gaza pada 2005.
Belum ada komentar dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang telah mengadakan pembicaraan perdamaian yang ditaja AS dengan pengganti Sharon dari Partai Likud, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Namun AFP melaporkan seorang pejabat Palestina mencap Sharon sebagai seorang penjahat dan menyampaikan penyesalan ia tak pernah diseret ke Mahkamah Pidana Internasional.
"Sharon adalah seorang penjahat, yang bertanggung-jawab atas pembunuhan (Presiden Palestina Yasser) Arafat, dan kami mulanya berharap melihat dia hadir di Mahkamah Pidana Internasional sebagai seorang penjahat perang," kata Jibril Rajub, seorang pejabat senior faksi Fatah.
Sementara itu HAMAS -- Gerakan Islam yang menguasai Jalur Gaza-- menyatakan kematian Sharon adalah saat bersejarah, yang menandai hilangnya seorang penjahat yang tangannya telah berlumuran darah orang Palestina.
Gerakan Perlawanan Islam tersebut, yang keberuntungan politik mereka mencuat dengan hilangnya Sharon, bersyukur dengan meninggalkan tokoh Israel tersebut.
"Kami semakin yakin akan kemenangan dengan kepergian orang kejam ini," kata Juru Bicara HAMAS Sami Abu Zurhi, yang gerakannya berdoa bagi kehancuran negara Yahudi.
Prajurit kawakan itu ikut dalam semua perang besar Israel sebelum terjun ke kancah politik, yang penuh gejolak, pada 1973 --yang berakhir secara dramatis pada Januari 2006, ketika ia menderita stroke berat dan koma. Sejak itu ia tak pernah sadarkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar