Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan menjadikan penanganan terorisme sebagai salah satu fokus penyelesaian kasus HAM tahun ini.
Komnas menilai beberapa proses dan pendekatan penanganan kasus terorisme kerap melanggar HAM, termasuk penembakan mati para terduga teroris.
"Sudah 100 teroris mati ditembak, termasuk enam orang di Kampung Sawah, Ciputat," kata Ketua Sub Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai saat dihubungi, Sabtu, 4 Januari 2014.
Pigai menyatakan, Komnas akan melakukan penyelidikan dalam proses penggrebekan dan penangkapan kelompok Abu Roban di Ciputat. Pendekatan tembak mati teroris, menurut dia, tak adil karena mengurangi hak para terduga yang masih ada kemungkinan tak terkait langsung.
Dibagian lain, Pengamat kontra-terorisme Harits Abu Ulya menyebutkan ada dua kejanggalan dalam penggerebekan teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu, 1 Januari 2014. Pertama, Harits meragukan ada baku tembak. "Ini tidak jelas. Karena kesaksian warga yang hadir berbeda dengan keterangan aparat," ujar Harits, Kamis, 2 Januari 2014. "Kata warga sekitar, tidak ada baku tembak. Mereka langsung dilumpuhkan.”
Harits curiga praktek pelumpuhan secara tiba-tiba ini adalah modus yang diulang. Seperti yang terjadi beberapa bulan lalu, ketika seorang terduga teroris dieksekusi tanpa diinterogasi. “Padahal, aparat belum tahu mereka siapa,” katanya.
Dia juga meragukan ada polisi yang tertembak peluru teroris. Sebab, jika ditelisik, tidak ada proyektil atau selongsong peluru di area penggerebekan. Ia menduga polisi hanya menggunakan peluru hampa. “Itu kalau jurnalis mau teliti, apa ada proyektil berserakan?” katanya. "Saya tak yakin ada aparat yang tertembak kakinya."
Kejanggalan kedua, soal seorang terduga teroris bernama Nurul Haq. “Menurut Kabag Penum Rianto, dia sudah tertangkap September lalu," ujar Harits. "Tapi sekarang ikut dalam rombongan Ciputat."
Hasil identifikasi yang dilakukan polisi menyebutkan bahwa enam terduga teroris ini sebagai Daeng alias Dayat Hidayat, Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Rizal alias Teguh alias Sabar, Hendi, dan Edo alias Amril. Begitukah nasib aktifis Muslim?
Komnas menilai beberapa proses dan pendekatan penanganan kasus terorisme kerap melanggar HAM, termasuk penembakan mati para terduga teroris.
"Sudah 100 teroris mati ditembak, termasuk enam orang di Kampung Sawah, Ciputat," kata Ketua Sub Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai saat dihubungi, Sabtu, 4 Januari 2014.
Pigai menyatakan, Komnas akan melakukan penyelidikan dalam proses penggrebekan dan penangkapan kelompok Abu Roban di Ciputat. Pendekatan tembak mati teroris, menurut dia, tak adil karena mengurangi hak para terduga yang masih ada kemungkinan tak terkait langsung.
Dibagian lain, Pengamat kontra-terorisme Harits Abu Ulya menyebutkan ada dua kejanggalan dalam penggerebekan teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu, 1 Januari 2014. Pertama, Harits meragukan ada baku tembak. "Ini tidak jelas. Karena kesaksian warga yang hadir berbeda dengan keterangan aparat," ujar Harits, Kamis, 2 Januari 2014. "Kata warga sekitar, tidak ada baku tembak. Mereka langsung dilumpuhkan.”
Harits curiga praktek pelumpuhan secara tiba-tiba ini adalah modus yang diulang. Seperti yang terjadi beberapa bulan lalu, ketika seorang terduga teroris dieksekusi tanpa diinterogasi. “Padahal, aparat belum tahu mereka siapa,” katanya.
Dia juga meragukan ada polisi yang tertembak peluru teroris. Sebab, jika ditelisik, tidak ada proyektil atau selongsong peluru di area penggerebekan. Ia menduga polisi hanya menggunakan peluru hampa. “Itu kalau jurnalis mau teliti, apa ada proyektil berserakan?” katanya. "Saya tak yakin ada aparat yang tertembak kakinya."
Kejanggalan kedua, soal seorang terduga teroris bernama Nurul Haq. “Menurut Kabag Penum Rianto, dia sudah tertangkap September lalu," ujar Harits. "Tapi sekarang ikut dalam rombongan Ciputat."
Hasil identifikasi yang dilakukan polisi menyebutkan bahwa enam terduga teroris ini sebagai Daeng alias Dayat Hidayat, Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Rizal alias Teguh alias Sabar, Hendi, dan Edo alias Amril. Begitukah nasib aktifis Muslim?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar