Melalui RUU Jaminan Produk Halal, pemerintah akan memberikan sertifikasi halal termasuk untuk obat dan vaksin. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan, saat ini baru 22 dari sekitar 30 ribu produk obat yang bersertifikat halal.
Dalam rilisnya yang dikirim Sabtu (7/12/2013), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI menyatakan dari 30 ribu produk obat yang diproduksi 206 perusahaan di Indonesia, baru 22 produk dari 5 perusahaan yang bersertifikat halal.
Di kelompok jamu, ada 14 perusahaan yang memiliki sertifikat halal dengan item produk sebanyak 100-an produk. Sementara di kelompok suplemen, perusahaan yang mengantongi sertifikat halal adalah 13 perusahaan dengan item sebanyak 50 produk.
Angka tersebut dinilai LPPOM MUI masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Muslim di Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa. Karenanya, LPPOM mendorong para pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan ilmuwan untuk melakukan tindakan nyata, memberi ketentraman batin bagi konsumen obat di Indonesia.
"Bukannya justru penolakan," kata Lukmanul Hakim, Ketua LPPOM MUI menanggapi komentar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, yang dinilainya sebagai penolakan terhadap sertifikasi halal terhadap obat dan vaksin.
Dalam satu kesempatan, Menkes mengatakan bahwa sertifikasi halal tidak diperlukan untuk obat dan vaksin karena hampir semuanya mengandung babi. Dalam pembuatannya, sebagian besar vaksin memang diproses dengan media yang bersinggungan dengan ensim babi yang disebut tripsin.
Tindakan nyata, khususnya dari pemerintah, menurut Lukmanul Hakim dibutuhkan mengingat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan beroperasi mulai 2014.
"Ini artinya, masyarakat yang akan berobat secara cuma-cuma sebagai konsekuensi dari pemberlakuan UU BPJS akan semakin banyak karena telah dijamin oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah harus pula memberikan jaminan bahwa obat yang diberikan kepada masyarakat benar-benar terbebas dari unsur haram," tegas Lukmanul Hakim. [suara-islam/duniaterkini.com]
Dalam rilisnya yang dikirim Sabtu (7/12/2013), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI menyatakan dari 30 ribu produk obat yang diproduksi 206 perusahaan di Indonesia, baru 22 produk dari 5 perusahaan yang bersertifikat halal.
Di kelompok jamu, ada 14 perusahaan yang memiliki sertifikat halal dengan item produk sebanyak 100-an produk. Sementara di kelompok suplemen, perusahaan yang mengantongi sertifikat halal adalah 13 perusahaan dengan item sebanyak 50 produk.
Angka tersebut dinilai LPPOM MUI masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Muslim di Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa. Karenanya, LPPOM mendorong para pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan ilmuwan untuk melakukan tindakan nyata, memberi ketentraman batin bagi konsumen obat di Indonesia.
"Bukannya justru penolakan," kata Lukmanul Hakim, Ketua LPPOM MUI menanggapi komentar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, yang dinilainya sebagai penolakan terhadap sertifikasi halal terhadap obat dan vaksin.
Dalam satu kesempatan, Menkes mengatakan bahwa sertifikasi halal tidak diperlukan untuk obat dan vaksin karena hampir semuanya mengandung babi. Dalam pembuatannya, sebagian besar vaksin memang diproses dengan media yang bersinggungan dengan ensim babi yang disebut tripsin.
Tindakan nyata, khususnya dari pemerintah, menurut Lukmanul Hakim dibutuhkan mengingat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan beroperasi mulai 2014.
"Ini artinya, masyarakat yang akan berobat secara cuma-cuma sebagai konsekuensi dari pemberlakuan UU BPJS akan semakin banyak karena telah dijamin oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah harus pula memberikan jaminan bahwa obat yang diberikan kepada masyarakat benar-benar terbebas dari unsur haram," tegas Lukmanul Hakim. [suara-islam/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar