Aliran dana hasil korupsi dari tersangka Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah berpeluang masuk ke kantong partai Golkar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menelusuri aliran dana tersebut untuk mengungkap kemungkinan adanya kepentingan politik dari Atut. Hal ini penting karena Atut merupakan kader partai Golkar.
Peneliti dari Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, korupsi seorang kader parpol tidak berdiri sendiri. "Sehingga, korupsi seperti kasus Ratu Atut harus diusut tuntas untuk menelusuri aliran dananya ke partai," kata Abdullah, Rabu (18/12).
Menurut Abdullah, peluang adanya aliran dana ke parpol itu berasal dari korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Provinsi Banten dan kemungkinan praktik pencucian uang. Oleh karena itu, Abdullah berharap KPK bisa menerapkan pasal pencucian uang untuk menelusuri apakah ada dana ke parpol atau sebaliknya.
Salah satu faktor munculnya dugaan aliran dana ke parpol adalah makin dekatnya Pemilu 2014. Menurut Abdullah, parpol biasanya melakukan konsolidasi untuk memenangkan pemilu dengan mengalokasikan dana besar. KPK, kata Abdullah, sebaiknya tak hanya melihat kasus Atut dari dugaan korupsi pengadaan dan penyuapan. Hingga kini, Atut merupakan kader sekaligus fungsionaris Golkar.
Berdasarkan data ICW, pada 2012 terdapat 44 kader parpol terjerat korupsi yang terdiri dari 21 mantan anggota DPR/DPRD, 21 kepala daerah atau mantan kepala daerah, dan dua pengurus partai. Sebanyak 44 kader itu berasal dari Partai Golkar 13 orang, Partai Demokrat 8 orang, PDIP 7 orang, PAN 6 orang, PKB 3 orang, PKS 2 orang, Gerin- dra 2 orang, PPP 2 orang, dan 1 orang tak teridenti¬fikasi afiliasi parpolnya.
Pada Selasa (17/12), KPK menetapkan Atut sebagai tersangka untuk dua kasus, yakni kasus dugaan penyuapan dalam pengurusan sengketa Pemilukada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi dan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Provinsi Banten. Atut diduga bersama-sama atau turut serta dalam suap Pemilukada Lebak, sedangkan peran Atut dalam korupsi alkes masih perlu rekonstruksi.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Sharif Tjitjip Sutardjo mengingatkan agar semua pihak memahami asas praduga tak bersalah. Sharif menegaskan, Golkar tidak akan menonaktifkan Atut sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap Atut. Dia pun membantah rumor soal lembeknya sikap Golkar terhadap Atut karena kontribusi ekonomi yang cukup besar dari Atut untuk partai.
Penelusuran aliran dana Atut juga penting untuk membuka kasus korupsi lain yang belum terungkap. Koordinator Harian Masyarakat Pembaruan Banten (MPB) Uday Suhada mendukung KPK agar menggunakan pasal pencucian uang untuk menjerat Atut. "Agar kekayaan bisa disita, dikembalikan kepada rakyat," kata Uday, kemarin.
Penelusuran dana itu. kata dia, bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap korupsi lain yang diduga dilakukan Atut Misalnya, kata Uday, kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial 2011 yang memunculkan organisasi atau lembaga fiktif penerima dana. Selain itu, ada pula organisasi penerima dana yang diduga dipimpin keluarga Atut.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, tidak ada tekanan atau kepentingan politik dalam penetapan status tersangka untuk Atut yang merupakan kader parpol. "Ini adalah hasil dari suatu proses penyidikan, namun silakan saja kalau ada yang berpandangan seperti itu (adanya kepentingan politik)," kata Johan.
Atut meninggalkan tugas rutinnya sebagai gubernur Banten dengan alasan sakit setelah ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi Banten Siti Ma'ani Nina menolak jika Atut disebut mangkir karena Atut selalu bekerja meski tidak di kantor. Juru bicara keluarga Atut, Fitron Nur, tidak mau memberi tahu keberadaan Atut dan meminta semua pihak memahami perasaan Atut.
[koranrepublika/duniaterkini.com]
Peneliti dari Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, korupsi seorang kader parpol tidak berdiri sendiri. "Sehingga, korupsi seperti kasus Ratu Atut harus diusut tuntas untuk menelusuri aliran dananya ke partai," kata Abdullah, Rabu (18/12).
Menurut Abdullah, peluang adanya aliran dana ke parpol itu berasal dari korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Provinsi Banten dan kemungkinan praktik pencucian uang. Oleh karena itu, Abdullah berharap KPK bisa menerapkan pasal pencucian uang untuk menelusuri apakah ada dana ke parpol atau sebaliknya.
Salah satu faktor munculnya dugaan aliran dana ke parpol adalah makin dekatnya Pemilu 2014. Menurut Abdullah, parpol biasanya melakukan konsolidasi untuk memenangkan pemilu dengan mengalokasikan dana besar. KPK, kata Abdullah, sebaiknya tak hanya melihat kasus Atut dari dugaan korupsi pengadaan dan penyuapan. Hingga kini, Atut merupakan kader sekaligus fungsionaris Golkar.
Berdasarkan data ICW, pada 2012 terdapat 44 kader parpol terjerat korupsi yang terdiri dari 21 mantan anggota DPR/DPRD, 21 kepala daerah atau mantan kepala daerah, dan dua pengurus partai. Sebanyak 44 kader itu berasal dari Partai Golkar 13 orang, Partai Demokrat 8 orang, PDIP 7 orang, PAN 6 orang, PKB 3 orang, PKS 2 orang, Gerin- dra 2 orang, PPP 2 orang, dan 1 orang tak teridenti¬fikasi afiliasi parpolnya.
Pada Selasa (17/12), KPK menetapkan Atut sebagai tersangka untuk dua kasus, yakni kasus dugaan penyuapan dalam pengurusan sengketa Pemilukada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi dan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Provinsi Banten. Atut diduga bersama-sama atau turut serta dalam suap Pemilukada Lebak, sedangkan peran Atut dalam korupsi alkes masih perlu rekonstruksi.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Sharif Tjitjip Sutardjo mengingatkan agar semua pihak memahami asas praduga tak bersalah. Sharif menegaskan, Golkar tidak akan menonaktifkan Atut sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap Atut. Dia pun membantah rumor soal lembeknya sikap Golkar terhadap Atut karena kontribusi ekonomi yang cukup besar dari Atut untuk partai.
Penelusuran aliran dana Atut juga penting untuk membuka kasus korupsi lain yang belum terungkap. Koordinator Harian Masyarakat Pembaruan Banten (MPB) Uday Suhada mendukung KPK agar menggunakan pasal pencucian uang untuk menjerat Atut. "Agar kekayaan bisa disita, dikembalikan kepada rakyat," kata Uday, kemarin.
Penelusuran dana itu. kata dia, bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap korupsi lain yang diduga dilakukan Atut Misalnya, kata Uday, kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial 2011 yang memunculkan organisasi atau lembaga fiktif penerima dana. Selain itu, ada pula organisasi penerima dana yang diduga dipimpin keluarga Atut.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, tidak ada tekanan atau kepentingan politik dalam penetapan status tersangka untuk Atut yang merupakan kader parpol. "Ini adalah hasil dari suatu proses penyidikan, namun silakan saja kalau ada yang berpandangan seperti itu (adanya kepentingan politik)," kata Johan.
Atut meninggalkan tugas rutinnya sebagai gubernur Banten dengan alasan sakit setelah ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Biro Humas dan Protokol Provinsi Banten Siti Ma'ani Nina menolak jika Atut disebut mangkir karena Atut selalu bekerja meski tidak di kantor. Juru bicara keluarga Atut, Fitron Nur, tidak mau memberi tahu keberadaan Atut dan meminta semua pihak memahami perasaan Atut.
[koranrepublika/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar