Lembaga yang di pimpin Nafsiah Mboi, Muhaimin Iskandar dan Jend Pol Sutarman ternyata masuk ke dalam tiga lembaga yang paling korup di Indonesia dan diduga telah merugikan negara.
Tiga lembaga tersebut adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), dan Polri, menduduki posisi tiga besar, kementerian dan lembaga yang paling banyak merugikan negara.
Data itu diperoleh dari press release Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), dalam konferensi pers bertajuk ‘Catatan Anggaran Kesehatan Tahun 2013, di Jakarta, Jum’at (20/12).
Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2012, Kemenkes dianggap merugikan negara hinga Rp91,7 miliar, Kemenakertrans (Rp16,4 miliar), dan Polri (Rp15 miliar).
“Ketiga lembaga ini menghamburkan duit dengan peruntukan tak jelas,” tegas Koordinator Sekretariat Nasional FITRA, Muhammad Maulana.
Disebutkan, BPK juga telah menegur lembaga atau kementerian yang pada anggaran 2013, ada dana yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Dana itu berpotensi dikorupsi menjelang Pemilu 2014. Potensi kerugian ada di Kemenkes sebesar Rp284,9 miliar dan di Kementerian Keuangan senilai Rp1,4 triliun.
Tak Hanya Kementerian dan Kepolisan, Sudah 313 Kepala Daerah Terlibat Korupsi
Demokrasi gagal! Karena sekitar 58 persen atau lebih dari setengahnya Kepala Daerah hasil pemilihan sistem demokrasi telah ditangkap karena korupsi dan bermasalah secara hukum.
Pengamat politik Eep Saefullah Fatah menyatakan, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah merupakan kepala daerah ke-311 yang bermasalah secara hukum pada era pemilihan umum kepala daerah (pilkada).
"Ternyata yang dihasilkan pilkada bukan lebih baik dari sebelumnya, malah sekarang Ratu Atut adalah yang ke-311 sebagai kepala daerah bermasalah secara hukum," ujarnya di Pekanbaru, Kamis (19/12).
Tiga lembaga tersebut adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), dan Polri, menduduki posisi tiga besar, kementerian dan lembaga yang paling banyak merugikan negara.
Data itu diperoleh dari press release Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), dalam konferensi pers bertajuk ‘Catatan Anggaran Kesehatan Tahun 2013, di Jakarta, Jum’at (20/12).
Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2012, Kemenkes dianggap merugikan negara hinga Rp91,7 miliar, Kemenakertrans (Rp16,4 miliar), dan Polri (Rp15 miliar).
“Ketiga lembaga ini menghamburkan duit dengan peruntukan tak jelas,” tegas Koordinator Sekretariat Nasional FITRA, Muhammad Maulana.
Disebutkan, BPK juga telah menegur lembaga atau kementerian yang pada anggaran 2013, ada dana yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Dana itu berpotensi dikorupsi menjelang Pemilu 2014. Potensi kerugian ada di Kemenkes sebesar Rp284,9 miliar dan di Kementerian Keuangan senilai Rp1,4 triliun.
Tak Hanya Kementerian dan Kepolisan, Sudah 313 Kepala Daerah Terlibat Korupsi
Demokrasi gagal! Karena sekitar 58 persen atau lebih dari setengahnya Kepala Daerah hasil pemilihan sistem demokrasi telah ditangkap karena korupsi dan bermasalah secara hukum.
Pengamat politik Eep Saefullah Fatah menyatakan, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah merupakan kepala daerah ke-311 yang bermasalah secara hukum pada era pemilihan umum kepala daerah (pilkada).
"Ternyata yang dihasilkan pilkada bukan lebih baik dari sebelumnya, malah sekarang Ratu Atut adalah yang ke-311 sebagai kepala daerah bermasalah secara hukum," ujarnya di Pekanbaru, Kamis (19/12).
sekitar 58 persen atau lebih dari setengahnya Kepala Daerah hasil pemilihan sistem demokrasi telah ditangkap karena korupsi dan bermasalah secara hukum
Menurut dia, sebelumnya ada ekspektasi yang sangat tinggi dari masyarakat baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi bahwa pilkada langsung yang dimulai tahun 2004 akan melahirkan kepala daerah yang baik.
Masyarakat di Indonesia sudah terbiasa dengan pemilu langsung mulai dari pemilu presiden, pemilu legislatif baik DPR, DPD, DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kot serta pilkada yang semuanya berjumlah 533 kali yang diselengarakan dalam lima tahun sekali.
Namun, dalam beberapa tahun terkahir seperti dari tahun 2010 sampai 2013, muncul tren umum baru yang umumnya angka gologan putih (golput) atau mereka yang tidak menggunakan hak suara semakin tinggi dan terjadi hampir di semua tempat pelaksanaan pilkada.
[jabir/ak/int/voaislam/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar