Dua pemeluk Syiah pekan ini disidang di pengadilan agama Malaysia. Keduanya dituduh memiliki buku-buku yang melanggar ajaran Sunni, satu-satunya cabang Islam yang diakui di Negeri Jiran.
Nur Azah Abdul Halim, 41 tahun, dan Mohammad Ridzuan Yusof, 31 tahun, ditangkap Agustus silam. Mereka mengaku tak bersalah atas dugaan kepemilikan buku-buku ajaran Syiah. Nur merupakan praktisi pengobatan alternatif. Sedangkan Mohammad dikenal sebagai pemilik restoran. Keduanya berasal dari negara bagian Perak, sekitar tiga jam berkendara ke utara Kuala Lumpur.
Sebuah mesjid di dekat menara kembar Petronas, Kuala Lumpur, Malaysia. Dua warga Muslim Syiah pekan ini disidang di negara bagian Perak, Malaysia.
Kasus ini ikut menyoroti keluhan pemeluk Syiah di Malaysia. Di Negeri Jiran, pemeluk Syiah tak diperbolehkan beribadah.
“Kami sungguh diperlakukan tidak adil,” sahut Nur. “Kami diperlakukan seperti penjahat, hanya karena mengikuti ajaran Syiah.” Mohammad tak bisa dimintai komentar.
Pemerintah Malaysia memberlakukan dua jalur hukum secara bersamaan. Pertama, hukum umum, yang berlaku bagi semua warga Malaysia. Yang kedua berdasarkan hukum Syariah, khusus untuk warga Muslim.
Berdasarkan data pemerintah, nyaris dua pertiga dari total 28 juta warga Malaysia memeluk Islam. Sebagian besar merupakan kelompok Sunni. Tidak jelas berapa jumlah pengikut Syiah di Malaysia. Pemimpin Syiah tak mendata jumlah anggotanya. Sedangkan data pemerintah menyebutkan angka berbeda—dalam rentang 2.000 hingga 250 ribu orang. Perbedaan jumlah ini antara lain dikarenakan beberapa pihak turut memperhitungkan wisatawan dan pelajar asing. Berapa pun jumlahnya, pengikut Syiah jauh lebih kecil dibandingkan pemeluk Sunni.
Pemerintah Malaysia hanya memperbolehkan ajaran Sunni karena berharap dapat mencegah konflik antara pengikut kedua kepercayaan, kata cendekiawan Muslim Malaysia, Muhammad Asri Zainul Abidin.
Dalam konferensi pers Jumat lalu, inspektur jenderal kepolisian Malaysia, Khalid Abu Bakar, juga menerangkan hal serupa. Jika tidak ada pengawasan dan kontrol terhadap pergerakan Syiah, katanya, bisa jadi Malaysia dilingkungi aktivitas militan. “Kita tidak ingin peristiwa yang terjadi di Suriah, Irak, Afghanistan, dan Pakistan ikut berlangsung di sini, bukan?” sahutnya.
Kementerian Dalam Negeri Malaysia memiliki kuasa untuk memerintahkan petugas keamanan negara bagian menangkap warga Muslim, menggelar razia, serta melarang penyebaran buku yang mengancam keamanan nasional.
Dalam konferensi pers 6 Desember silam, Menteri Dalam Negeri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi mengaku telah memerintahkan petugas mengambil tindakan terhadap pengikut Syiah. Tindakan termasuk pelarangan buku ajaran, juga tak mendaftarkan kelompok mereka karena dianggap “memecah-belah umat Islam.”
Persidangan kasus Nur dan Mohammad dijadwalkan berlangsung mulai 17 Desember di Perak. Bagi penganut Syiah di Malaysia, hasil sidang bakal menjadi isyarat apakah mesti beribadah secara diam-diam di Negeri Jiran.
Nur Azah Abdul Halim, 41 tahun, dan Mohammad Ridzuan Yusof, 31 tahun, ditangkap Agustus silam. Mereka mengaku tak bersalah atas dugaan kepemilikan buku-buku ajaran Syiah. Nur merupakan praktisi pengobatan alternatif. Sedangkan Mohammad dikenal sebagai pemilik restoran. Keduanya berasal dari negara bagian Perak, sekitar tiga jam berkendara ke utara Kuala Lumpur.
Sebuah mesjid di dekat menara kembar Petronas, Kuala Lumpur, Malaysia. Dua warga Muslim Syiah pekan ini disidang di negara bagian Perak, Malaysia.
Kasus ini ikut menyoroti keluhan pemeluk Syiah di Malaysia. Di Negeri Jiran, pemeluk Syiah tak diperbolehkan beribadah.
“Kami sungguh diperlakukan tidak adil,” sahut Nur. “Kami diperlakukan seperti penjahat, hanya karena mengikuti ajaran Syiah.” Mohammad tak bisa dimintai komentar.
Pemerintah Malaysia memberlakukan dua jalur hukum secara bersamaan. Pertama, hukum umum, yang berlaku bagi semua warga Malaysia. Yang kedua berdasarkan hukum Syariah, khusus untuk warga Muslim.
Berdasarkan data pemerintah, nyaris dua pertiga dari total 28 juta warga Malaysia memeluk Islam. Sebagian besar merupakan kelompok Sunni. Tidak jelas berapa jumlah pengikut Syiah di Malaysia. Pemimpin Syiah tak mendata jumlah anggotanya. Sedangkan data pemerintah menyebutkan angka berbeda—dalam rentang 2.000 hingga 250 ribu orang. Perbedaan jumlah ini antara lain dikarenakan beberapa pihak turut memperhitungkan wisatawan dan pelajar asing. Berapa pun jumlahnya, pengikut Syiah jauh lebih kecil dibandingkan pemeluk Sunni.
Pemerintah Malaysia hanya memperbolehkan ajaran Sunni karena berharap dapat mencegah konflik antara pengikut kedua kepercayaan, kata cendekiawan Muslim Malaysia, Muhammad Asri Zainul Abidin.
Dalam konferensi pers Jumat lalu, inspektur jenderal kepolisian Malaysia, Khalid Abu Bakar, juga menerangkan hal serupa. Jika tidak ada pengawasan dan kontrol terhadap pergerakan Syiah, katanya, bisa jadi Malaysia dilingkungi aktivitas militan. “Kita tidak ingin peristiwa yang terjadi di Suriah, Irak, Afghanistan, dan Pakistan ikut berlangsung di sini, bukan?” sahutnya.
Kementerian Dalam Negeri Malaysia memiliki kuasa untuk memerintahkan petugas keamanan negara bagian menangkap warga Muslim, menggelar razia, serta melarang penyebaran buku yang mengancam keamanan nasional.
Dalam konferensi pers 6 Desember silam, Menteri Dalam Negeri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi mengaku telah memerintahkan petugas mengambil tindakan terhadap pengikut Syiah. Tindakan termasuk pelarangan buku ajaran, juga tak mendaftarkan kelompok mereka karena dianggap “memecah-belah umat Islam.”
Persidangan kasus Nur dan Mohammad dijadwalkan berlangsung mulai 17 Desember di Perak. Bagi penganut Syiah di Malaysia, hasil sidang bakal menjadi isyarat apakah mesti beribadah secara diam-diam di Negeri Jiran.
[islampos/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar