Perilaku brutal panitia Kemah Bakti Desa atau KBD yang diadakan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang memegalkan hati warga yang mendiami lokasi obyek wisata Pantai Gua Cina, RT 49/RW 09, Dusun Rowotrate, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Warga marah saat melihat banyak mahasiswa baru peserta KBD dikasari dengan bentakan dan hukuman fisik yang berat. Mulyati, misalnya, bahkan sampai menangis saat melihat Fikri Dolasmantya Surya duduk selonjoran di teras warung kosong milik tetangganya dalam kondisi pucat pasi dan lemas pada Jumat sore, 11 Oktober 2013, atau sehari sebelum dia meninggal.
"Mau ngasih minum saja dilarang sama panitia karena katanya buat pembentukan karakter. Saya sampai menangis di dapur, jangan sampai anak-cucuku diperlakukan begitu," kata Mulyati kepada Tempo, Jumat, 13 Desember 2013.
Dia kerap mendengar peserta KBD dibentak-bentak. Warga melihat peserta KBD berguling-guling di jalan berpasir sepanjang 30-40 meter pada siang hari. Ada juga peserta yang disuruh push-up. Dia menggambarkan pula betapa tidak manusiawinya panitia memperlakukan peserta kemah yang kebelet buang hajat. Selalu saja ada seorang pengawas yang menunggu di pintu toilet sambil menghitung sampai tiga.
"Kalau lewat hitungan ketiga, pintu toilet digedor-gedor. Saya sempat menegur panitia karena saya khawatir ada apa-apa di kamar mandi saya. Tapi dijawab tidak ada apa-apa. Ada beberapa peserta yang keluar toilet dengan celana basah, mungkin karena pipisnya belum selesai," kata Mulyati.
Sih Panrimo, anggota Paguyuban Mitra Kelola Wanawisata Pantai Gua Cina, juga merasa geram. Panrimo bertubuh tinggi-besar dengan tato di sekujur badan yang berwarna gelap. Ia bersama Maryono, ketua Paguyuban, sempat melihat Fikri dibanting dan ditendang pada bagian rusuk kiri-kanannya pada Kamis pagi, 10 Oktober. Pakaian Fikri sampai sobek-sobek dan kotor. "Saya memilih pergi karena tidak tega," kata dia.
Kemarahan warga makin bertambah pada Jumat, 11 Oktober 2013, sekitar pukul 11 siang. Maryono sempat melihat sejumlah mahasiswa, kebanyakan perempuan, yang pingsan di dekat portal loket masuk wanawisata. Ada yang dibonceng dengan sepeda motor, ada pula yang diangkut dengan mobil pikap ke barak induk. Di sana, panitia mendirikan empat barak ala militer.
Sekitar pukul 15.00, Panrimo sempat melihat Fikri dikerubuti di depan warung milik Mbah Ri. Fikri terlihat lemas dan pucat, persis yang disaksikan Mulyati dari dekat. Dan, pada Sabtu, 12 Oktober 2013, sekitar pukul 10.00, banyak panitia perempuan dan mahasiswa yang menangis. Cerita yang beredar di masyarakat, waktu itu Fikri sudah meninggal dan dibawa diam-diam dengan pikap Panther biru ke Puskesmas Sitiarjo. Bak mobil ditutup dengan kain terpal. [tempo/duniaterkini.com]
Warga marah saat melihat banyak mahasiswa baru peserta KBD dikasari dengan bentakan dan hukuman fisik yang berat. Mulyati, misalnya, bahkan sampai menangis saat melihat Fikri Dolasmantya Surya duduk selonjoran di teras warung kosong milik tetangganya dalam kondisi pucat pasi dan lemas pada Jumat sore, 11 Oktober 2013, atau sehari sebelum dia meninggal.
"Mau ngasih minum saja dilarang sama panitia karena katanya buat pembentukan karakter. Saya sampai menangis di dapur, jangan sampai anak-cucuku diperlakukan begitu," kata Mulyati kepada Tempo, Jumat, 13 Desember 2013.
Dia kerap mendengar peserta KBD dibentak-bentak. Warga melihat peserta KBD berguling-guling di jalan berpasir sepanjang 30-40 meter pada siang hari. Ada juga peserta yang disuruh push-up. Dia menggambarkan pula betapa tidak manusiawinya panitia memperlakukan peserta kemah yang kebelet buang hajat. Selalu saja ada seorang pengawas yang menunggu di pintu toilet sambil menghitung sampai tiga.
"Kalau lewat hitungan ketiga, pintu toilet digedor-gedor. Saya sempat menegur panitia karena saya khawatir ada apa-apa di kamar mandi saya. Tapi dijawab tidak ada apa-apa. Ada beberapa peserta yang keluar toilet dengan celana basah, mungkin karena pipisnya belum selesai," kata Mulyati.
Sih Panrimo, anggota Paguyuban Mitra Kelola Wanawisata Pantai Gua Cina, juga merasa geram. Panrimo bertubuh tinggi-besar dengan tato di sekujur badan yang berwarna gelap. Ia bersama Maryono, ketua Paguyuban, sempat melihat Fikri dibanting dan ditendang pada bagian rusuk kiri-kanannya pada Kamis pagi, 10 Oktober. Pakaian Fikri sampai sobek-sobek dan kotor. "Saya memilih pergi karena tidak tega," kata dia.
Kemarahan warga makin bertambah pada Jumat, 11 Oktober 2013, sekitar pukul 11 siang. Maryono sempat melihat sejumlah mahasiswa, kebanyakan perempuan, yang pingsan di dekat portal loket masuk wanawisata. Ada yang dibonceng dengan sepeda motor, ada pula yang diangkut dengan mobil pikap ke barak induk. Di sana, panitia mendirikan empat barak ala militer.
Sekitar pukul 15.00, Panrimo sempat melihat Fikri dikerubuti di depan warung milik Mbah Ri. Fikri terlihat lemas dan pucat, persis yang disaksikan Mulyati dari dekat. Dan, pada Sabtu, 12 Oktober 2013, sekitar pukul 10.00, banyak panitia perempuan dan mahasiswa yang menangis. Cerita yang beredar di masyarakat, waktu itu Fikri sudah meninggal dan dibawa diam-diam dengan pikap Panther biru ke Puskesmas Sitiarjo. Bak mobil ditutup dengan kain terpal. [tempo/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar