Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dinilai telah kehilangan legitimasi dari publik. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti meminta agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mencopot Atut dari jabatannya sebagai gubernur Banten.
Atut telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, pada Jumat (20/12). Atut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sengketa Pemilukada Lebak, Banten, dan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan.
Menurut Ikrar, Kemendagri harus mencopot Atut demi menjaga kewibawaan Pemerintah Provinsi Banten. “Jika masih diberikan kewenangan, Pemprov Banten akan kehilangan kewibawaan," ujar Ikrar pada sela-sela seminar bertajuk “Presiden Pilihan Perempuan" yang digelar Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UI di Jakarta, Sabtu (21/12).
Jika Atut masih bisa menjalankan kekuasaannya dari dalam penjara, lanjut Ikrar, akuntabilitas pemerintahan Banten akan dipertanyakan. Terlebih, kata dia, Atut dipenjara karena terjerat dugaan kasus korupsi.
Ikrar mencontohkan, salah satu kebijakan yang dipertanyakan terkait tanda tangan untuk pelantikan wali kota Tangerang. Padahal, tutur dia, Atut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.
Diakuinya, memang ada ketentuan yang mengharuskan adanya keputusan hukum tetap dalam pencopotan jabatan kepala daerah. Karena itu, kata Ikrar, harus ada celah dalam undang-undang yang isinya wakil gubernur bisa mengambil alih pemerintahan bila kepala daerah terjerat kasus korupsi.
“Wakil gubernur akan berperan sebagai pelaksana gubernur Banten. Hal ini agar roda pemerintahan berjalan normal," ungkapnya. Kemendagri, sambung Ikrar, bisa memberhentikan sementara gubernur Banten. “Kebijakan ini sampai keluarnya keputusan hukum tetap di pengadilan."
Pihaknya juga mempertanyakan posisi Atut sebagai ketua DPP Partai Golkar. Idealnya, kata Ikrar, jika partai ingin mempertahankan suara di Banten dan mengembalikan citra, Atut harus diberhentikan sementara waktu.
Hal itu, cetus Ikrar, sesuai dengan fatsun politik yang mengharuskan politikus tak bersih harus diganti. “Langkah ini untuk memulihkan citra kepemimpinan politik.”
Atut telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, pada Jumat (20/12). Atut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sengketa Pemilukada Lebak, Banten, dan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan.
Menurut Ikrar, Kemendagri harus mencopot Atut demi menjaga kewibawaan Pemerintah Provinsi Banten. “Jika masih diberikan kewenangan, Pemprov Banten akan kehilangan kewibawaan," ujar Ikrar pada sela-sela seminar bertajuk “Presiden Pilihan Perempuan" yang digelar Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UI di Jakarta, Sabtu (21/12).
Jika Atut masih bisa menjalankan kekuasaannya dari dalam penjara, lanjut Ikrar, akuntabilitas pemerintahan Banten akan dipertanyakan. Terlebih, kata dia, Atut dipenjara karena terjerat dugaan kasus korupsi.
Ikrar mencontohkan, salah satu kebijakan yang dipertanyakan terkait tanda tangan untuk pelantikan wali kota Tangerang. Padahal, tutur dia, Atut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.
Diakuinya, memang ada ketentuan yang mengharuskan adanya keputusan hukum tetap dalam pencopotan jabatan kepala daerah. Karena itu, kata Ikrar, harus ada celah dalam undang-undang yang isinya wakil gubernur bisa mengambil alih pemerintahan bila kepala daerah terjerat kasus korupsi.
“Wakil gubernur akan berperan sebagai pelaksana gubernur Banten. Hal ini agar roda pemerintahan berjalan normal," ungkapnya. Kemendagri, sambung Ikrar, bisa memberhentikan sementara gubernur Banten. “Kebijakan ini sampai keluarnya keputusan hukum tetap di pengadilan."
Pihaknya juga mempertanyakan posisi Atut sebagai ketua DPP Partai Golkar. Idealnya, kata Ikrar, jika partai ingin mempertahankan suara di Banten dan mengembalikan citra, Atut harus diberhentikan sementara waktu.
Hal itu, cetus Ikrar, sesuai dengan fatsun politik yang mengharuskan politikus tak bersih harus diganti. “Langkah ini untuk memulihkan citra kepemimpinan politik.”
[koranrepublika/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar