Saat ini sedang ramai diperbincangkan soal program layanan kesehatan ala pemerintah Indonesia yang dinamai JKN (Jaminan Kesehatan nasional). Operasional program tersebut dibawah BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Sosial). Sosialiasi sudah mulai dilaksanakan sejak bulan September tahun lalu, dan kabarnya akan segera diberlakukan tahun 2014 ini (www.jkn.kemenkes.go.id).
Bagaimana tanggapan kita terhadap program ini? Ada baiknya kita mengenali operatornya terlebih dahulu. BPJS Kesehatan, adalah perusahaan asuransi yang bekerjasama dengan pemerintah menyelenggarakan layanan kesehatan, meski merupakan badan hukum publik, namun prinsip-prinsip korporasi tetap dijadikan dasar tata kelolanya. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh butir b pasal 11, tentang wewenang BPJS, yaitu, “menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai”. Artinya yang dikehendaki dan yang terjadi adalah pemberian wewenang tata kelola finansial dan pelayanan publik (pelayanan Kesehatan) kepada korporasi, yaitu BPJS Kesehatan.
Seperti lazimnya korporasi, maka ia akan menggunakan dana jaminan sosial sebagai modal untuk pengembangan produknya. Dan ia akan berorientasi pada keuntungan, bukan pada pemenuhan layanan. Ia akan jual jasa layanan kesehatan kepada konsumen, dan bukan menjamin layanan seutuhnya kepada rakyat.
Jika kita melihat dari sisi kepesertaan JKN. Ternyata program ini bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Kewajiban tersebut ditetapkan oleh Undang Undang Nomor 20 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, butir ke 3, pasal ke 1, yang berbunyi, “Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib” Kepesertaan wajib dalam JKN per Januari 2014 ini, akan diberlakukan bagi 140 juta jiwa (peserta jamkesmas, jamkesda, askes, astek dan TNI/ POLRI). Sedangkan kepesertaan wajib bagi semua penduduk Indonesia diberlakukan Januari tahun 2019.
Untuk memperoleh manfaat dari JKN ini, para peserta diwajibkan membayar sejumlah iuran bulanan (premi) berdasarkan prosentase gajinya. Menurut Kepala Departemen Hubungan Masyarakat BPJS, Irfan Humaidi, jika ada keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan kesehatan akan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen per bulan dari total iuran yang tertunggak dan ditanggung pemberi kerja atau pembayar (health.liputan6.com).
Jika kita amati dari fakta-fakta di atas, benarkah JKN adalah bentuk pengabdian pemerintah terhadap rakyat? Tentu saja sulit untuk di-iya-kan. Mengapa?
Jika memang JKN adalah benar-benar merupakan JAMINAN pemerintah terhadap kesehatan masyarakat, sudah seharusnya pembiayaan juga merupakan tanggung jawab pemerintah, bukan beban rakyat. Terlebih dengan adanya sistem sanksi denda sejumlah uang yang diterapkan bagi peserta yang terlambat membayar premi.
Sudah begitu, manfaat yang diberikan dari program ini hanya dapat dirasakan jika peserta dalam kondisi sakit saja. Jika tidak, maka uang yang telah dibayarkan setiap bulan akan hangus sia-sia. Pemerintah berdalih bahwa program ini adalah program gotong-royong masyarakat, dimana yang mampu menolong yang lemah,yang sehat membantu yang sakit. Hal ini semakin menguatkan anggapan bahwa pemerintah memang tidak berniat menjamin kesehatan rakyatnya, dan melimpahkan tanggungjawabnya itu pada seluruh lapisan masyarakat.
Layanan Kesehatan Sistem Khilafah
Sejatinya, kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi setiap individu. Khilafah sebagai institusi pelaksana syariat Islam yang kaffah memiliki kewajiban memberi jaminan pemenuhan hak-hak tersebut bagi rakyatnya. Tidak boleh menjadikan pelayanan kesehatan sebagai sarana yang dikomersilkan. Sehingga dengan perspektif demikian, maka pembiayaan atas pelayanan kesehatan termasuk semua sarana dan prasarana pendukung bukanlah kewajiban rakyat, tapi kewajiban pemerintah.
Dari mana negara Khilafah mendapatkan biaya? Dari sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan dan penyediaan sarana penunjang kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat.
Visi pelayanan kesehatan Khilafah adalah melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Kaya-miskin, penduduk kota dan desa, semuanya mendapat layanan dengan kualitas yang sama. Hal ini karena Negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara.
Layanan Kesehatan Khilafah Berkualitas Unggul Kendali mutu jaminan kesehatan khilafah berpedoman pada tiga strategi utama, yaitu administrasi yang simple, segera dalam pelaksanaan, dan dilaksanakan oleh personal yang kapabel.
Berdasarkan tiga hal tersebut, layanan kesehatan khilafah memenuhi kriteria sebagai berikut:
Bagaimana tanggapan kita terhadap program ini? Ada baiknya kita mengenali operatornya terlebih dahulu. BPJS Kesehatan, adalah perusahaan asuransi yang bekerjasama dengan pemerintah menyelenggarakan layanan kesehatan, meski merupakan badan hukum publik, namun prinsip-prinsip korporasi tetap dijadikan dasar tata kelolanya. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh butir b pasal 11, tentang wewenang BPJS, yaitu, “menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai”. Artinya yang dikehendaki dan yang terjadi adalah pemberian wewenang tata kelola finansial dan pelayanan publik (pelayanan Kesehatan) kepada korporasi, yaitu BPJS Kesehatan.
Seperti lazimnya korporasi, maka ia akan menggunakan dana jaminan sosial sebagai modal untuk pengembangan produknya. Dan ia akan berorientasi pada keuntungan, bukan pada pemenuhan layanan. Ia akan jual jasa layanan kesehatan kepada konsumen, dan bukan menjamin layanan seutuhnya kepada rakyat.
Jika kita melihat dari sisi kepesertaan JKN. Ternyata program ini bersifat wajib bagi seluruh masyarakat. Kewajiban tersebut ditetapkan oleh Undang Undang Nomor 20 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, butir ke 3, pasal ke 1, yang berbunyi, “Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib” Kepesertaan wajib dalam JKN per Januari 2014 ini, akan diberlakukan bagi 140 juta jiwa (peserta jamkesmas, jamkesda, askes, astek dan TNI/ POLRI). Sedangkan kepesertaan wajib bagi semua penduduk Indonesia diberlakukan Januari tahun 2019.
Untuk memperoleh manfaat dari JKN ini, para peserta diwajibkan membayar sejumlah iuran bulanan (premi) berdasarkan prosentase gajinya. Menurut Kepala Departemen Hubungan Masyarakat BPJS, Irfan Humaidi, jika ada keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan kesehatan akan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen per bulan dari total iuran yang tertunggak dan ditanggung pemberi kerja atau pembayar (health.liputan6.com).
Jika kita amati dari fakta-fakta di atas, benarkah JKN adalah bentuk pengabdian pemerintah terhadap rakyat? Tentu saja sulit untuk di-iya-kan. Mengapa?
Jika memang JKN adalah benar-benar merupakan JAMINAN pemerintah terhadap kesehatan masyarakat, sudah seharusnya pembiayaan juga merupakan tanggung jawab pemerintah, bukan beban rakyat. Terlebih dengan adanya sistem sanksi denda sejumlah uang yang diterapkan bagi peserta yang terlambat membayar premi.
Sudah begitu, manfaat yang diberikan dari program ini hanya dapat dirasakan jika peserta dalam kondisi sakit saja. Jika tidak, maka uang yang telah dibayarkan setiap bulan akan hangus sia-sia. Pemerintah berdalih bahwa program ini adalah program gotong-royong masyarakat, dimana yang mampu menolong yang lemah,yang sehat membantu yang sakit. Hal ini semakin menguatkan anggapan bahwa pemerintah memang tidak berniat menjamin kesehatan rakyatnya, dan melimpahkan tanggungjawabnya itu pada seluruh lapisan masyarakat.
Layanan Kesehatan Sistem Khilafah
Sejatinya, kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi setiap individu. Khilafah sebagai institusi pelaksana syariat Islam yang kaffah memiliki kewajiban memberi jaminan pemenuhan hak-hak tersebut bagi rakyatnya. Tidak boleh menjadikan pelayanan kesehatan sebagai sarana yang dikomersilkan. Sehingga dengan perspektif demikian, maka pembiayaan atas pelayanan kesehatan termasuk semua sarana dan prasarana pendukung bukanlah kewajiban rakyat, tapi kewajiban pemerintah.
Dari mana negara Khilafah mendapatkan biaya? Dari sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan dan penyediaan sarana penunjang kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat.
Visi pelayanan kesehatan Khilafah adalah melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Kaya-miskin, penduduk kota dan desa, semuanya mendapat layanan dengan kualitas yang sama. Hal ini karena Negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara.
Layanan Kesehatan Khilafah Berkualitas Unggul Kendali mutu jaminan kesehatan khilafah berpedoman pada tiga strategi utama, yaitu administrasi yang simple, segera dalam pelaksanaan, dan dilaksanakan oleh personal yang kapabel.
Berdasarkan tiga hal tersebut, layanan kesehatan khilafah memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Berkualitas, yaitu memiliki standar pelayanan yang teruji, lagi selaras dengan prinsip etik kedokteran Islam;
- Individu pelaksana, seperti SDM kesehatan selain kompeten dibidangnya juga seorang yang amanah;
- Available, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan selalu tersedia (continuous);
- Lokasi pelayanan kesehatan mudah dicapai (accessible), tidak ada lagi hambatan geografis.
Ketersediaan rumah sakit di setiap satuan kawasan penduduk dengan tenaga medis terlatih dan ketersediaan sarana yang memadai, mengeliminir faktor kelalaian manusia. Paradigma hidup sehat yang diedukasi negara dengan jaminan ketersediaan kebutuhan pokok individu yang cukup, meniscayakan kualitas kesehatan yang baik. Ditambah dengan kualitas layanan kesehatan yang berkualitas, lengkaplah kebahagiaan rakyat yang menjadi warga negara Khilafah.
Tidak bisa tidak, berbicara tentang jaminan kesehatan tak lepas dari dukungan sistem hukum, perpolitikan, sosial, budaya, dan ekonomi. Oleh karena itulah, memang harus dengan pemberlakuan sistem yang terintegrasi baru akan mampu mewujudkan pelayanan kesehatan yang sempurna. Dan Khilafah adalah institusi yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Sehingga tidaklah sulit bagi institusi ini memberikan jaminan kesehatan gratis yang berkualitas bagi rakyatnya.
Dengan demikian, tak berlebihan jika kita memilih sistem Khilafah sebagai pengganti sistem bernegara saat ini. Bukan hanya karena banyaknya manfaat seperti yang telah dipaparkan di atas, namun juga karena alasan ketundukan kita pada aturan Sang Pencipta.
[Mayadewi/dari berbagai sumber/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar