Peretas Indonesia melakukan serangan di dunia maya terhadap Australia satu pekan terakhir. Mereka meretas laman badan intelijen Australia, ASIS, yang merupakan bentuk protes karena Australia diduga membantu Amerika Serikat menyadap Indonesia.
Para peretas yang menamakan diri 'Pasukan Indonesian Hacker' telah meretas 170 situs berdomain .co.au. Aksi ini dilakukan sejak isu penyadapan terhadap Indonesia berembus kencang pada awal November ini. Koran Australia Sydney Morning Herald mengabarkan, peretas Indonesia terus meningkatkan serangan 'balas dendam' satu pekan terakhir. Puncaknya, peretas menyerang laman ASIS.
Direktur Eksekutif Institute Indonesia ICT, Heru Sutadi, mengatakan, peretas mulai menyerang laman ASIS pada Jumat (8/11) petang. “Serangan itu membuat laman ASIS berhenti bekerja," kata dia. Selasa (12/11). Hingga Senin (11/11), laman ASIS masih tak bisa berfungsi.
Heru menjelaskan, pelaku serangan adalah jaringan aktivis dunia maya yang menamakan diri mereka Anonymous. Dia menyebutkan, pelaku utama serangan terhadap ASIS adalah Security Down Ifeam. Namun, beberapa kelompok peretas juga melakukan serangan siber, seperti The ISD Team, Indonesian Cyber Army, dan Java Cyber Army. Target utama mereka adalah situs milik Pemerintah Australia.
Fairfax Media menyatakan, kelompok-kelompok tersebut tak bisa memaafkan tindakan Australia memata-matai Indonesia. Karena itu, mereka akan melakukan serangan hingga Australia meminta maaf dan berjanji menghentikan program itu.
Serangan peretas asal Indonesia tak hanya kepada situs pemerintah. Laman urusan bisnis, perdagangan, dan pendidikan juga menjadi sasaran. Peretas Indonesia juga menyerang situs bantuan bagi anak yang mengalami kanker.
Karena itu, Anonymous Australia, jaringan peretas di Negeri Kanguru, sempat memberi peringatan pada pekan lalu. Melalui video yang diunggah ke Youtube, mereka mengingatkan peretas Indonesia untuk hanya menyerang situs pemerintah. Bahkan, Anonymous Australia siap membantu melawan pemerintah mereka yang tiran. “Kalau kalian tak setuju, maka rasakan kemarahan kami," kata Anonymous Australia.
Perang urat syaraf ini pun dikhawatirkan akan memunculkan aksi saling retas. Namun, pakar digital forensik Ruby Alamsyah mengatakan, peperangan dunia maya tidak akan terjadi.
Ruby menuturkan, pertahanan laman-laman di Indonesia memang lemah. Namun, lembaga-lembaga di Indonesia belum memanfaatkan jaringan internet untuk menyimpan data. “Jadi, apa yang mau dicuri dari database kita? Belum ada data pemerintah yang bernilai ditaruh di dunia maya," kata dia.
Selain itu, peretasan yang dilakukan peretas Indonesia belum bertaji. Pencapaian paling tinggi peretas Indonesia adalah mengubah halaman depan sebuah situs atau yang dikenal dengan istilah defacing. Menurut Ruby, tidak sulit untuk memulihkan kondisi error itu.
Kendati demikian, Kepala Cyber Crime Investigation Course Akpol Kombes Winston Tommy Watuliu berharap para peretas Indonesia menghentikan aksinya. Sebab, aksi itu bisa menyebabkan kerusakan pada laman di negara lain. “Meski hanya sebatas merusak tampilan web dan desain suatu laman situs,” kata dia.
Alumunus FBI Academy Unit Cyber Crime Amerika ini pun menyarankan agar situs-situs Indonesia segera berbenah. Peningkatan keamanan di masing-masing laman perlu ditingkatkan. [rol/duniaterkini.com]
Para peretas yang menamakan diri 'Pasukan Indonesian Hacker' telah meretas 170 situs berdomain .co.au. Aksi ini dilakukan sejak isu penyadapan terhadap Indonesia berembus kencang pada awal November ini. Koran Australia Sydney Morning Herald mengabarkan, peretas Indonesia terus meningkatkan serangan 'balas dendam' satu pekan terakhir. Puncaknya, peretas menyerang laman ASIS.
Direktur Eksekutif Institute Indonesia ICT, Heru Sutadi, mengatakan, peretas mulai menyerang laman ASIS pada Jumat (8/11) petang. “Serangan itu membuat laman ASIS berhenti bekerja," kata dia. Selasa (12/11). Hingga Senin (11/11), laman ASIS masih tak bisa berfungsi.
Heru menjelaskan, pelaku serangan adalah jaringan aktivis dunia maya yang menamakan diri mereka Anonymous. Dia menyebutkan, pelaku utama serangan terhadap ASIS adalah Security Down Ifeam. Namun, beberapa kelompok peretas juga melakukan serangan siber, seperti The ISD Team, Indonesian Cyber Army, dan Java Cyber Army. Target utama mereka adalah situs milik Pemerintah Australia.
Fairfax Media menyatakan, kelompok-kelompok tersebut tak bisa memaafkan tindakan Australia memata-matai Indonesia. Karena itu, mereka akan melakukan serangan hingga Australia meminta maaf dan berjanji menghentikan program itu.
Serangan peretas asal Indonesia tak hanya kepada situs pemerintah. Laman urusan bisnis, perdagangan, dan pendidikan juga menjadi sasaran. Peretas Indonesia juga menyerang situs bantuan bagi anak yang mengalami kanker.
Karena itu, Anonymous Australia, jaringan peretas di Negeri Kanguru, sempat memberi peringatan pada pekan lalu. Melalui video yang diunggah ke Youtube, mereka mengingatkan peretas Indonesia untuk hanya menyerang situs pemerintah. Bahkan, Anonymous Australia siap membantu melawan pemerintah mereka yang tiran. “Kalau kalian tak setuju, maka rasakan kemarahan kami," kata Anonymous Australia.
Perang urat syaraf ini pun dikhawatirkan akan memunculkan aksi saling retas. Namun, pakar digital forensik Ruby Alamsyah mengatakan, peperangan dunia maya tidak akan terjadi.
Ruby menuturkan, pertahanan laman-laman di Indonesia memang lemah. Namun, lembaga-lembaga di Indonesia belum memanfaatkan jaringan internet untuk menyimpan data. “Jadi, apa yang mau dicuri dari database kita? Belum ada data pemerintah yang bernilai ditaruh di dunia maya," kata dia.
Selain itu, peretasan yang dilakukan peretas Indonesia belum bertaji. Pencapaian paling tinggi peretas Indonesia adalah mengubah halaman depan sebuah situs atau yang dikenal dengan istilah defacing. Menurut Ruby, tidak sulit untuk memulihkan kondisi error itu.
Kendati demikian, Kepala Cyber Crime Investigation Course Akpol Kombes Winston Tommy Watuliu berharap para peretas Indonesia menghentikan aksinya. Sebab, aksi itu bisa menyebabkan kerusakan pada laman di negara lain. “Meski hanya sebatas merusak tampilan web dan desain suatu laman situs,” kata dia.
Alumunus FBI Academy Unit Cyber Crime Amerika ini pun menyarankan agar situs-situs Indonesia segera berbenah. Peningkatan keamanan di masing-masing laman perlu ditingkatkan. [rol/duniaterkini.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar