SUDAH 85 tahun, sumpah pemuda diagungkan sebagai tonggak persatuan bangsa ini. Selain dari tiga pernyataan sikap para pemuda, peristiwa tersebut juga menelurkan pemimpin bangsa seperti Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Kasman Singodimejo. Seiring waktu berjalan, Sumpah Pemuda kini menjadi seremonial belaka. Keberadaannya hanya menjadi pemanis buku-buku sejarah sekolah.
Bahkan, mungkin sebagian besar kita melupakan peristiwa ini, termasuk peranan ummat Islam di dalamnya.
Padahal ummat ini turut menpunyai andil besar dalam cikal bakal persatuan Indonesia. Sebut saja Syarikat Islam yang dirintis pada tahun 1905 oleh KH Samanhudi atau Jong Islamietend Bond yang terbentuk ditahun 1925, merupakan bukti nyata yang ada dihadapan kita. Secara khusus, Jong Islamietend Bond bisa dikatakan sebagai ‘miniatur persatuan pemuda Indonesia’, jauh sebelum pelaksanaan kongres Sumpah Pemuda. Sayangnya, hanya sedikit dari para pemuda Islam yang mengetahui hal ini. Mereka justru (mungkin) lebih tahu mengenai sejarah boyband/girlband yang menjadi Idola hidupnya.
Keluguan akan sejarah ini, juga disertai dengan kerusakan mindset para pemuda Islam. Gaya hidup hedonis dan pragmatis, mewarnai sendi-sendi interaksi kawula muda Islam. Lihat saja berapa banyak diantara kita, yang lebih membanggakan (terkadang memamerkan) apa yang kita punya, baik gadget ataupun benda-benda duniawi lainnya. Padahal Allah berfirman: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (2) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (4) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (5) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (6) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. (7) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (8).” (QS. At Takatsur: 1-8).
Pemuda kini, lebih suka bergulat dengan permainan dan kesenangan. Hampir setiap hari, warnet dan mall tak pernah sepi dengan para pelajar yang notabene pemuda. Tak jarang pula, sebagian besar kita lebih sering bergerumul dalam roman picisan, dibandingkan usaha dan pemikiran untuk memajukan Ummat menuju kejayaan. Sementara musuh-musuh kita kian mempersengit serangan. Membuat kerusakan, mulai dari ikatan persaudaraan (ukhuwah islamiyah) hingga landasan keimanan (aqidah). Memperbanyak tayangan “tontonan”, dibandingkan “tuntunan”.
Kenaifan kita, harus segera disadari. Bila mau menengok kebelakang, pemuda Islam mempunyai pemikiran yang brilian, serta keras dalam memperjuangkan Ummat menuju kejayaan. Sebut saja Mohammad Natsir atau Buya HAMKA. Terbentuknya sikap dan pola pikir mereka, bukanlah ditempa dengan kemegahan dan kemewahan harta benda, melainkan kezuhudan disertai ketaatan pada Allah SWT. Hal tersebut sungguh jauh berbeda dengan kondisi para politisi berlabel islam serta pemuda islam hari ini, yang berbalut dengan kemewahan dan bermegah-megahan saat saudara disekitarnya merasakan perih kelaparan.
Pemuda Islam, antara tumpuan dan harapan
Di balik kenaifan sebagian besar dari kita, sebenarnya masih ada secercah harapan. Keberadaan para aktivis islam, (baik itu ROHIS, LDK, Remaja Masjud maupun aktivis Organisasi Islam lainnya seperti HMI,PII, KAMMI,NU,Muhammadiyah,dsb) bisa menjadi ‘penawar luka’ serta pelopor perbaikan pola pikir pemuda Islam di Indonesia. Cita-cita serta tujuan mereka dalam memajukan ummat, harus diapresiasi serta didukung penuh oleh kalangan ummat islam lainnya.
Sayangnya, diantara mereka justru lebih sering ditemukan konflik yang sebenarnya ‘khilafiyah’. Ini patut menjadi perhatian lebih bagi kita semua. Perbedaan pandangan yang terjadi, seharusnya dikelola sebagai sebuah kekayaan diantara kita. Jangan sampai, kebutaan kita terhadap suatu golongan mematikan bahkan mendzalimi perjuangan saudara seiman, dalam menegakkan kejayaan islam.Para pelopor kebangkitan pemuda Islam harus bersatu padu, bergerak bersama dalam melanjutkan misi yang utama :mengembalikan Iffah Ummat Islam. []
Bahkan, mungkin sebagian besar kita melupakan peristiwa ini, termasuk peranan ummat Islam di dalamnya.
Padahal ummat ini turut menpunyai andil besar dalam cikal bakal persatuan Indonesia. Sebut saja Syarikat Islam yang dirintis pada tahun 1905 oleh KH Samanhudi atau Jong Islamietend Bond yang terbentuk ditahun 1925, merupakan bukti nyata yang ada dihadapan kita. Secara khusus, Jong Islamietend Bond bisa dikatakan sebagai ‘miniatur persatuan pemuda Indonesia’, jauh sebelum pelaksanaan kongres Sumpah Pemuda. Sayangnya, hanya sedikit dari para pemuda Islam yang mengetahui hal ini. Mereka justru (mungkin) lebih tahu mengenai sejarah boyband/girlband yang menjadi Idola hidupnya.
Keluguan akan sejarah ini, juga disertai dengan kerusakan mindset para pemuda Islam. Gaya hidup hedonis dan pragmatis, mewarnai sendi-sendi interaksi kawula muda Islam. Lihat saja berapa banyak diantara kita, yang lebih membanggakan (terkadang memamerkan) apa yang kita punya, baik gadget ataupun benda-benda duniawi lainnya. Padahal Allah berfirman: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (2) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (4) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (5) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (6) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. (7) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (8).” (QS. At Takatsur: 1-8).
Pemuda kini, lebih suka bergulat dengan permainan dan kesenangan. Hampir setiap hari, warnet dan mall tak pernah sepi dengan para pelajar yang notabene pemuda. Tak jarang pula, sebagian besar kita lebih sering bergerumul dalam roman picisan, dibandingkan usaha dan pemikiran untuk memajukan Ummat menuju kejayaan. Sementara musuh-musuh kita kian mempersengit serangan. Membuat kerusakan, mulai dari ikatan persaudaraan (ukhuwah islamiyah) hingga landasan keimanan (aqidah). Memperbanyak tayangan “tontonan”, dibandingkan “tuntunan”.
Kenaifan kita, harus segera disadari. Bila mau menengok kebelakang, pemuda Islam mempunyai pemikiran yang brilian, serta keras dalam memperjuangkan Ummat menuju kejayaan. Sebut saja Mohammad Natsir atau Buya HAMKA. Terbentuknya sikap dan pola pikir mereka, bukanlah ditempa dengan kemegahan dan kemewahan harta benda, melainkan kezuhudan disertai ketaatan pada Allah SWT. Hal tersebut sungguh jauh berbeda dengan kondisi para politisi berlabel islam serta pemuda islam hari ini, yang berbalut dengan kemewahan dan bermegah-megahan saat saudara disekitarnya merasakan perih kelaparan.
Pemuda Islam, antara tumpuan dan harapan
Di balik kenaifan sebagian besar dari kita, sebenarnya masih ada secercah harapan. Keberadaan para aktivis islam, (baik itu ROHIS, LDK, Remaja Masjud maupun aktivis Organisasi Islam lainnya seperti HMI,PII, KAMMI,NU,Muhammadiyah,dsb) bisa menjadi ‘penawar luka’ serta pelopor perbaikan pola pikir pemuda Islam di Indonesia. Cita-cita serta tujuan mereka dalam memajukan ummat, harus diapresiasi serta didukung penuh oleh kalangan ummat islam lainnya.
Sayangnya, diantara mereka justru lebih sering ditemukan konflik yang sebenarnya ‘khilafiyah’. Ini patut menjadi perhatian lebih bagi kita semua. Perbedaan pandangan yang terjadi, seharusnya dikelola sebagai sebuah kekayaan diantara kita. Jangan sampai, kebutaan kita terhadap suatu golongan mematikan bahkan mendzalimi perjuangan saudara seiman, dalam menegakkan kejayaan islam.Para pelopor kebangkitan pemuda Islam harus bersatu padu, bergerak bersama dalam melanjutkan misi yang utama :mengembalikan Iffah Ummat Islam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar