“BERI Aku 10 pemuda, maka akan aku guncangkan dunia,” (Soekarno). Pemuda merupakan sebuah tonggak perubahan bagi suatu negeri, generasi penerus yang akan melanjutkan sebuah peradaban dunia. Baik-buruknya suatu negeri di masa depan tergantung pada kondisi pemuda saat ini. karena pemudalah yang akan menjadi pemegang estafet peradaban di masa yang akan datang.
Pemuda memiliki potensi yang patut dibanggakan dalam setiap generasi. Kecerdasannya, semangat yang tinggi, keidealitasan yang dimilikinya ditambah dengan pemikiran yang kritis serta kepeduliannya terhadap masyarakat menjadi modal utama untuk membangun sebuah negara yang lebih maju. Namun apa jadinya nasib sebuah negara jika kaum pemuda tidak lagi mampu diharapkan? Apa jadinya jika pemuda telah kehilangan identitasnya sebagai penerus bangsa?
Faktanya, pemuda saat ini memang telah kehilangan identitasnya hingga pada titik nadir. Potensi-potensi yang seharusnya dimiliki oleh pemuda saat ini tidaklah nampak kecuali hanya sedikit saja. Krisis sosial, krisis moral serta arogansi yang tinggi inilah yang justru menjangkit pemuda saat ini. Kasus tawuran antar pelajar menjadi sebuah daftar hitam yang tak kunjung selesai. Seperti yang telah diberitakan bulan lalu, tawuran anak sekolah pecah di Jalan dr Cipto Semarang, Selasa (10/9) sore. Enam siswa diamankan di Mapolsek Gayamsari setelah polisi berhasil membubarkan tawuran. (Suaramerdeka.com: 10/9/2013).
Tidak hanya sebatas itu, seks bebas, minum-minuman keras, narkoba bahkan geng motor pun telah menjadi sebuah siklus kehidupan pemuda saat ini. bahkan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh pemuda pun kerap kali terjadi. Kehidupan pun kini telah berubah menjadi hukum rimba yang amat mengerikan, yang kuat memangsa yang lemah.
Tentu kita tidak ingin terus-menerus seperti ini. Siapakah kelak yang akan menggantikan bangsa jika keadaan pemuda pun sudah tidak karuan seperti ini? Pemuda telah kehilangan identitasnya bahkan potensinya menjadi lemah dan hancur akibat virus yang mengidap di negeri ini, yaitu virus kapitalisme. Kapitalismelah yang menjadi biang kerok utama atas segala kerusakan yang terjadi pada kehidupan pemuda.
Virus Sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang merupakan asas dari kapitalisme telah menjauhkan para pemuda muslim dari pemahaman Islam yang sebenarnya. Pemuda muslim larut dalam buaian pemahaman Barat yang rusak hingga membawa mereka pada kemerosotan moral yang sangat luar biasa. Pendikotomian nilai agama (Islam) dalam pendidikan menjadi malapetaka besar.
Output-output pendidikan hanya menghasilkan orang-orang yang cerdas namun bermental buruk dan korup. Pendidikan yang semakin mahal dan kurikulum yang dipadatkan menyebabkan pemuda (baca: mahasiswa) mengubah arah orientasinya, pemuda kini dikejar “jam tayang”, ingin cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan untuk mengganti biaya pendidikan yang telah dikocorkan.
Sehingga pemuda tidak sempat lagi memikirkan keadaan sekitarnya lambat-laun tumpulah rasa empati dalam dirinya hingga berubah menjadi pemuda yang apatis.
Kemudian kehidupan pun telah mengubah paradigma berpikir pemuda. Tontonan-tontonan hedonis menjadi makanan sehari-hari, akibatnya pemuda menjadi konsumtif. Ditambah kehidupan yang berubah menjadi individualis pun memperparah keadaan, pemuda menjadi sosok yang tidak mau lagi bergerak (baca:berubah), tidak peduli dengan keadaan sekitar, bagaimana pun kondisinya selama dirinya sendiri tidak merasa dirugikan maka akan tetap diam.
Itulah potret pemuda saat ini, ibarat sebuah fenomena gunung es, yang muncul dalam permukaan tentu lebih sedikit dibandingkan dengan kenyataan yang ada. Namun adakah solusi yang tepat untuk merentaskan permasalahan ini? jawabannya tentulah ada, yaitu Islam. Hanya Islamlah yang akan mampu mengembalikan kembali identitas para pemuda muslim yang telah hilang ini.
Di dalam Islam, negara wajib menjaga atsmosfer keimanan dalam kehidupan bernegara. Dimana para pemuda telah ditanamkan rasa keimanan dan serta ketakwaan kepada Allah. Rasulullah saw, bersabda dalam Hadits Abdullah Bin Mas’ud r.a : “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan,” (HR. At-Tirmizi).
Inilah hadits yang ditanamkan pada setiap diri seorang pemuda muslim selain keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Maka tak heran jika mereka menjadi sosok-sosok yang begitu wara’ (hati-hati) dalam melakukan setiap perbuatan karena mereka paham betul bahwa segala sesuatu tidak akan luput dari penglihatanNya.
Kemudian hal ini pun didukung dalam dunia pendidikan. Negara wajib mengintegrasikan ilmu agama Islam dalam setiap mata pelajaran sehingga output-output yang dihasilkan pun tidak hanya cerdas dalam bidang akademik saja namun mumpuni dalam bidang agama, seperti halnya pendidikan Islam telah mampu melahirkan seorang Imam yang terkenal, Imam Bukhari dan seorang ilmuwan yang termahsyur yaitu Ibnu Sina. Tentu saja hal ini pun didukung pula dengan kehidupan negara yang Islami sehingga pemuda pun terhindar dari virus sekulerisme tadi.
Namun pertanyaannya mampukah kehidupan Islam di terapkan dalam keadaan seperti ini? tentu saja tidak. Kehidupan Kapitalisme sampai kapan pun tidak akan pernah menciptakan kehidupan Islam yang kita idam-idamkan. Jalan satu-satunya untuk menciptakan kehidupan Islam hanyalah dengan menerapkan Islam secara total dalam setiap sendi kehidupan dan mengubur dalam-dalam kehidupan kapitalisme. Kehidupan Islam hanya akan diterapkan pada suatu bingkai negara yang khas yang kita sebut sebagai negara Khilafah Rasyidah.
Wahai pemuda muslim! Sungguh Islamlah identitas kita. Hanya Islamlah yang akan memajukan potensi pada setiap diri pemuda hingga ia mampu bermanfaat bagi umatnya. Hanya Islam yang akan menjadikan kita sebagai generasi cemerlang. Maka dengan segala potensi yang kita miliki sebagai seorang pemuda, maka bergeraklah melakukan sebuah perubahan dan melakukan sebuah transformasi perubahan untuk peradaban yang lebih gemilang. []
Pemuda memiliki potensi yang patut dibanggakan dalam setiap generasi. Kecerdasannya, semangat yang tinggi, keidealitasan yang dimilikinya ditambah dengan pemikiran yang kritis serta kepeduliannya terhadap masyarakat menjadi modal utama untuk membangun sebuah negara yang lebih maju. Namun apa jadinya nasib sebuah negara jika kaum pemuda tidak lagi mampu diharapkan? Apa jadinya jika pemuda telah kehilangan identitasnya sebagai penerus bangsa?
Faktanya, pemuda saat ini memang telah kehilangan identitasnya hingga pada titik nadir. Potensi-potensi yang seharusnya dimiliki oleh pemuda saat ini tidaklah nampak kecuali hanya sedikit saja. Krisis sosial, krisis moral serta arogansi yang tinggi inilah yang justru menjangkit pemuda saat ini. Kasus tawuran antar pelajar menjadi sebuah daftar hitam yang tak kunjung selesai. Seperti yang telah diberitakan bulan lalu, tawuran anak sekolah pecah di Jalan dr Cipto Semarang, Selasa (10/9) sore. Enam siswa diamankan di Mapolsek Gayamsari setelah polisi berhasil membubarkan tawuran. (Suaramerdeka.com: 10/9/2013).
Tidak hanya sebatas itu, seks bebas, minum-minuman keras, narkoba bahkan geng motor pun telah menjadi sebuah siklus kehidupan pemuda saat ini. bahkan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh pemuda pun kerap kali terjadi. Kehidupan pun kini telah berubah menjadi hukum rimba yang amat mengerikan, yang kuat memangsa yang lemah.
Tentu kita tidak ingin terus-menerus seperti ini. Siapakah kelak yang akan menggantikan bangsa jika keadaan pemuda pun sudah tidak karuan seperti ini? Pemuda telah kehilangan identitasnya bahkan potensinya menjadi lemah dan hancur akibat virus yang mengidap di negeri ini, yaitu virus kapitalisme. Kapitalismelah yang menjadi biang kerok utama atas segala kerusakan yang terjadi pada kehidupan pemuda.
Virus Sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang merupakan asas dari kapitalisme telah menjauhkan para pemuda muslim dari pemahaman Islam yang sebenarnya. Pemuda muslim larut dalam buaian pemahaman Barat yang rusak hingga membawa mereka pada kemerosotan moral yang sangat luar biasa. Pendikotomian nilai agama (Islam) dalam pendidikan menjadi malapetaka besar.
Output-output pendidikan hanya menghasilkan orang-orang yang cerdas namun bermental buruk dan korup. Pendidikan yang semakin mahal dan kurikulum yang dipadatkan menyebabkan pemuda (baca: mahasiswa) mengubah arah orientasinya, pemuda kini dikejar “jam tayang”, ingin cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan untuk mengganti biaya pendidikan yang telah dikocorkan.
Sehingga pemuda tidak sempat lagi memikirkan keadaan sekitarnya lambat-laun tumpulah rasa empati dalam dirinya hingga berubah menjadi pemuda yang apatis.
Kemudian kehidupan pun telah mengubah paradigma berpikir pemuda. Tontonan-tontonan hedonis menjadi makanan sehari-hari, akibatnya pemuda menjadi konsumtif. Ditambah kehidupan yang berubah menjadi individualis pun memperparah keadaan, pemuda menjadi sosok yang tidak mau lagi bergerak (baca:berubah), tidak peduli dengan keadaan sekitar, bagaimana pun kondisinya selama dirinya sendiri tidak merasa dirugikan maka akan tetap diam.
Itulah potret pemuda saat ini, ibarat sebuah fenomena gunung es, yang muncul dalam permukaan tentu lebih sedikit dibandingkan dengan kenyataan yang ada. Namun adakah solusi yang tepat untuk merentaskan permasalahan ini? jawabannya tentulah ada, yaitu Islam. Hanya Islamlah yang akan mampu mengembalikan kembali identitas para pemuda muslim yang telah hilang ini.
Di dalam Islam, negara wajib menjaga atsmosfer keimanan dalam kehidupan bernegara. Dimana para pemuda telah ditanamkan rasa keimanan dan serta ketakwaan kepada Allah. Rasulullah saw, bersabda dalam Hadits Abdullah Bin Mas’ud r.a : “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan,” (HR. At-Tirmizi).
Inilah hadits yang ditanamkan pada setiap diri seorang pemuda muslim selain keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Maka tak heran jika mereka menjadi sosok-sosok yang begitu wara’ (hati-hati) dalam melakukan setiap perbuatan karena mereka paham betul bahwa segala sesuatu tidak akan luput dari penglihatanNya.
Kemudian hal ini pun didukung dalam dunia pendidikan. Negara wajib mengintegrasikan ilmu agama Islam dalam setiap mata pelajaran sehingga output-output yang dihasilkan pun tidak hanya cerdas dalam bidang akademik saja namun mumpuni dalam bidang agama, seperti halnya pendidikan Islam telah mampu melahirkan seorang Imam yang terkenal, Imam Bukhari dan seorang ilmuwan yang termahsyur yaitu Ibnu Sina. Tentu saja hal ini pun didukung pula dengan kehidupan negara yang Islami sehingga pemuda pun terhindar dari virus sekulerisme tadi.
Namun pertanyaannya mampukah kehidupan Islam di terapkan dalam keadaan seperti ini? tentu saja tidak. Kehidupan Kapitalisme sampai kapan pun tidak akan pernah menciptakan kehidupan Islam yang kita idam-idamkan. Jalan satu-satunya untuk menciptakan kehidupan Islam hanyalah dengan menerapkan Islam secara total dalam setiap sendi kehidupan dan mengubur dalam-dalam kehidupan kapitalisme. Kehidupan Islam hanya akan diterapkan pada suatu bingkai negara yang khas yang kita sebut sebagai negara Khilafah Rasyidah.
Wahai pemuda muslim! Sungguh Islamlah identitas kita. Hanya Islamlah yang akan memajukan potensi pada setiap diri pemuda hingga ia mampu bermanfaat bagi umatnya. Hanya Islam yang akan menjadikan kita sebagai generasi cemerlang. Maka dengan segala potensi yang kita miliki sebagai seorang pemuda, maka bergeraklah melakukan sebuah perubahan dan melakukan sebuah transformasi perubahan untuk peradaban yang lebih gemilang. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar