Membabat Gurita Seks Bebas

Fenomena seks bebas di kalangan remaja di Indonesia kian menggurita. Dulu, seks bebas adalah suatu aib dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, namun remaja masa kini sudah banyak yang tak peduli lagi. Mereka tak malu-malu mempertontonkan aktivitas umbar syahwat itu, baik melalui media ataupun secara terang-terangan di muka  umum. Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana murid sebuah SMP negeri di Jakarta berbuat mesum di dalam kelas dengan disaksikan teman-temannya. Ternyata itu bukan satu-satunya kejadian di negeri ini, masih banyak kejadin serupa yang beritanya tak seramai itu.

Perilaku seks bebas pada remaja dipicu oleh mudahnya akses terhadap materi pornografi dan pornoaksi, baik itu melalui media cetak serta media elektronik seperti TV, HP dan internet. Padahal benteng keimanan mereka tak terbagun dengan kokoh akibat sistem pendidikan sekuler. Sehingga remaja yang pada dasarnya suka mencoba-coba, tergoda untuk menjajal permainan baru itu.

Hal ini diperparah dengan melemahnya kontrol sosial dalam masyarakat. Masyarakat tidak peduli dengan aktivitas yang mendekati zina yang terjadi di tengah mereka. Remaja berpacaran, berdua-duaan, berpegangan tangan, dan lain sebagainya dianggap hal yang wajar dan dibiarkan begitu saja.

Peran serius dari pemerintah juga susah diharapkan. Kasus perbuatan murid SMP di atas saja, jika tidak merebak isunya di tengah masayarakat, belum tentu mendapat penanganan serius pemerintah. pun tidak ada pencegahan sistemik yang dilakukan untuk menjaga remaja dari pengaruh pornografi dan pornoaksi.

Jika kaum remaja sudah sedemikian terjerumus dalam seks bebas, apa yang bisa kita harapkan dari mereka? Mampukah mereka memikul tanggungjawab besar berupa masa depan ummat? Tentu saja tidak. Yang ada, mereka sibuk bergumul dengan syahwatnya, menjadi generasi yang lemah akalnya dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Sehingga kita tidak bisa membiarkan hal ini, sudah seharusnya kita libas fenomena ini dengan tuntas.

Akar dari permasalahan ini adalah keberadaan sistem hidup yang serba permisif, mengagungkan kebebasan dan mencampakkan peran agama dalam kehidupan. Sementara sistem  Islam memiliki tatanan hidup yang khas yang mampu menghentikan dan mencegah terjadinya seks bebas, yaitu tindakan preventif dan kuratif.

Tindakan preventif dalam Islam adalah dengan pengaturan pakaian dan pergaulan. Islam mewajibkan laki-laki dan perempuan menutup aurat secara sempurna di dalam area publik, ditambah dengan kewajiban menundukkan/menahan pandangan serta menjaga kehormatan. Pengaturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan (larangan ikhtilat/bercampurbaur, dan khalwat/berdua-duaan) juga sangat efektif mencegah terjadinya seks bebas.

Di sisi lain, pemerintah berkewajiban menutup rapat-rapat akses terhadap pornografi dan pornoaksi yang dapat memicu timbulnya syahwat. Tidak hanya di dunia nyata, di internet pun pemerintah dengan dukungan teknologi canggih wajib mengerahkan segenap upaya menghadap situs dan konten porno.

Sementara dari segi kuratif, Islam menetapkan sanksi jilid (cambuk) bagi pelaku seks bebas yang belum menikah, dan rajam bagi pelaku seks bebas (zina) yang sudah ataupun pernah menikah. Tanpa pandang bulu siapapun pelakunya.

Lalu, apakah dengan sistem demokrasi sekarang ini semua aturan di atas bisa diterapkan? ternyata tidak, aturan di atas sangat bertentangan dengan prinsip kebebasan yang dimiliki demokrasi. Mau tidak mau, kita harus menggunakan sistem pemerintahan yang mengakomodir diberlakukannya semua aturan di atas, yaitu sistem Islam, dengan negara Khilafah.

Jadi, jika kita ingin membabat gurita perilaku seks bebas dan ingin mewujudkan generasi muda yang tangguh, maka terapkanlah sistem Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2015. Muslim Magazine.
Design by Herdiansyah Hamzah. Published by Themes Paper. Distributed By Kaizen Template Powered by Blogger.
Creative Commons License